Terima Kasih telah berkunjung ke sini, semoga suguhan kami dapat memberi kemanfaatan, aamiin

Kepribadian



Membangun Pribadi Muslim
 dengan “ Ilmu, Iman dan Amal “
Drs. H. Yusron Kholid, M.Pd.I*

Banyak cara yang dilalui oleh seseorang dalam membentuk jiwa keislaman dalam dirinya. Ada yang mengawalinya dengan memperbanyak amaliyah syar’iyyah mengikuti gurunya, pun ada yang memulai dengan menanamkan keimanan sejak dini, karena itu hanya lah jalan saja yang targetnya tetap sama, yakni membentuk jiwa muslim yang komprehensip dan kaffah. 
Dari titik mana saja hal itu dimulai, yang jelas, dalam membangun keislaman, seseorang tidak bisa meninggalkan komponen utamanya, yakni ; ilmu, iman dan amal. sebab tiga komponen tersebut saling terkait dan tidak dapat terpisahkan antara satu dengan yang lain. Dan saling berfungsi sesuai dengan aspeknya.
 
 
Manusia adalah makhluk yang mengenal makna. Jika seekor sapi dihargai sesuai dengan besar kecilnya daging,maka manusia yang gemuk belum tentu lebih bermakna dibanding yang kurus, orang besar belum tentu lebih bermakna dibanding orang kecil, atasan belum tentu lebih bermakna dibanding bawahan. Tinggi rendahnya makna itu disebut martabat. Orang yang bermartabat adalah orang yang kehadirannya di pentas kehidupan memberi makna,meski boleh jadi kehadirannya hanya sebentar. Sebaliknya orang yang kehadirannya tidak memberi makna,meski mungkin umurnya panjang atau masa jabatannya lama, ia bukanlah orang yang bermartabat. Hadirnya tidak membuat genap, absennya tidak membuat ganjil. Konsep makna hidup manusia itu sangan dipengaruhi oleh ilmu, iman dan amal. 
Karena Orang yang berilmu langkahnya dipandu oleh teori, orang yang beriman langkahnya dipandu oleh keyakinan, sedangkan orang yang banyak beramal langkahnya dipandu oleh semangat. Maka dengan ilmu, iman dan amal-lah bangunan nilai ke-Islaman dalam diri seseorang bisa teraktualisasi secara kaffah dan holistik.
 
Dalam hal ini Allah SWT berfirman  :
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Mujadilah: 11)

“Dan katakanlah, “Beramallah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat amalmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs. At-Taubah: 105).

Maka sesungghuhnya, Ilmu diperlukan bukan untuk ketahanan hati tetapi untuk merancang
sistem kehidupan hingga menjadi logis, komprehensip, efektip dan efisien.
 
Sedangkan  Iman diperlukan terutama untuk memberi keteguhan hati dan ketahanan jiwa dalam menghadapi berbagai pelik kehidupan, dengan nilai-nilai trandensental vertikal dari Dzat Yang Maga Kuasa
 
Adapun Amal perlu digalakkan untuk memberikan etos mengutamakan orang Lain (itsar), sehingga seorang muslim terobsessi untuk melakukan sesuatu ( action )  bukan hanya sekedar menjadi penonton yang tak berbeda dengan komentator yang hanya melihat dan mengomentari. 

Dengan kata lain, martabat , nilai , atau makna hidup manusia akan sangat ditentukan oleh tiga komponen tersebut. Karena struktur manusia secara fisik maupun psikis, sebagai modal awal membentukan nilai-nilai ke-Islaman itu sudah demikian sempurna, sebagaimana di-nash dalam al-Quran surah at-Tin (95) : 4 ” Sesungguhnya Kami ( Alloh ) telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya ”

Struktur manusia dengan berbagai perangkatnya, memungkinkan untuk menggapai martabat hidup, andai difungsikan secara maksimal, sebab diantara unsur dalam  struktur itulah yang membedakannya dari makhluk Alloh yang lain.

Al Qur'an menyebut manusia dengan sebutan basyar dan insan. Basyar adalah manusia secara fisik, sedangkan insan adalah manusia sebagai makhluk psikologis. Kata insan berasal dari bahasa arab : nasiya- yansa yang berarti lupa, dan unsu yang bermakna mesra atau jinak, serta nasa- yanusu yang berarti gejolak. Jadi karakteristik psikologis insan ada pada jarak antara lupa dan sadar, mesra dan benci dan antara tenang dan bergejolak.
 
Dengan dasar itulah, para pakar  memunculkan definisi insan sebagai  al insan hayawan nathiq ”, manusia adalah hewan yang berfikir. Sehingga yang membedakan manusia dengan binatang  adalah berfikirnya. Jika manusia sudah tidak bisa lagi diukur kualitas berfikir-nya, maka yang ada tinggal unsur hewannya. Dan justru dengan kemampuan ” berfikir ” itulah manusia menjadi makhluk terpilih sebagai pengemban amanah pemakmuran bumi.
 
Kemudian di dalam jasad wadag manusia itu terdapat unsur ruh yang merupakan sebuah sistem, yang sering disebut dengan Nafs. Nafs artinya sisi dalam manusia, atau jiwa. Sebagaiman firman Alloh :  Q.S =  Qaf ayat 16 berbunyi :
 
Artinya : Sungguh Kami (Tuhan) telah menciptakan insan, dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh nafs- nya. Dan kami (mengawasi mereka) dari jarak yang lebih dekat dari urat leher mereka.
 
Dan nafs atau jiwa merupakan sistem yang bekerja secara sistemik, dengan seperangkat  sub-sistem, antara lain :
 
Akal= tugasnya berfikir, produknya logic. Di mana ia mampu menemukan kebenaran tetapi tidak menentukannya. Kebenaran akal sifatnya relatif. Karena akal hanya membaca terma-terma yang disadap secara emphiris oleh indera.
 
Hati= alat untuk memahami realita. Sehingga hal-hal yang tidak masuk akal bisa difahami oleh hati. Muatan hati sangat banyak, dari benci, cinta, senang juga sedih dan lain sebagaianya. Hati bisa longgar,sempit dan bahkan tertutup. Hati memimpin sistem kejiwaan, tetapi ia memiliki karakter tidak konsisten, bisa jujur,bisa juga bohong.
 
Nurani adalah  nur artinya cahaya . sedangkan maknanya, Nurani adalah cahaya Tuhan yang ditempatkan di dalam hati, oleh karena itu ia konsisten dan tidak bisa kompromi dengan kebohongan. Nurani selalu jujur. Karena nurani adalah cahaya Tuhan, maka nurani bisa tidak memancarkan cahaya jika tertutup. Sedangkan yang menutupinya adalah keserakahan dan perbuatan maksiat dan segala ketertarikan yang berlebihan terhadap dunia yang bersifat materiil. 
 
Syahwat adalah  dorongan keinginan kepada sesuatu atau juga disebut dengan motif. Tuhan menghiasi manusia dengan syahwat kepada lawan jenis dan lainnya, sebagaimana dijelaskan dalam surah Ali Imron ( 3) : 14 . Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Dan syahwat ini  bersifat netral dan umum,tidak pandang baik dan buruk, indah atau sebaliknya. 
 
Hawa nafsu adalah dorongan kepada syahwat yang bersifat rendah dan selalu mengajak kepada keburukan.dan Karakteristik hawa nafsu adalah ingin segera terwujud dan tak mempedulikan akibat.
 
Maka untuk memanage sistem dan sub-sistem manusia tersebut agar lebih bermakna dan bermartabat, Alloh memberikan sebuah nilai agung yang tercakup dalam ”al-Islam”.  Nilai-nilai Islam akan memberikan kontribusi secara sempurna kalau diaplikasikan secara komprehensip dan terus menerus. Di sinilah proses aktualisasi berbasis konsep al-Qur’an, yaitu : Ilmu, iman dan amal.
 
Sebab tiga komposisi itu kalau dipertegas akan berfungsi sebagai motor penggerak. karena, Ilmu merupakan hasil kerja akal, sedangkan Iman merupakan hasil olah hati,  dan Amal adalah hasil olah jasad, sehingga dengan ilmu, iman dan amal itulah sistem kehidupan dalam diri manusia secara fisik dan psikis akan terasah menjadi makhluk yang bernilai tinggi dan bermartabat. Di mana diantara ke-tiganya tidak dapat dipilah dan diabaikan, karena merupakan suatu komposisi ideal. Untuk itu dapat dikemukakan rumusannya sebagai berikut :
 
ILMU + IMAN - AMAL = POHON YANG TIDAK BERBUAH

IMAN + AMAL - ILMU = SIA - SIA

ILMU + AMAL - IMAN = SOMBONG

ILMU +IMAN + AMAL = SUKSES DUNIA AKHIRAT
 
Dimana seorang yang memiliki ilmu dan iman, namun tidak diamalkan maka akan sia-sia, bagaikan pohon yang tidak berbuah, demikian juga dengan iman dan amal namun tidak berdasarkan ilmu, maka akan sia-sia karena tidak memiliki pakem yang jelas. Pun apabila memiliki ilmu dan amal, namun tidak ada iman, maka seperti sebuah kesombongan yang hanya mengandalkan pada kekuatan jasan tanpa terfokus pada Sang Maha Memiliki kekuatan, yaitu Alloh SWT.
 
Dan isealnya adalah : terus berupaya memperbanyak khazanah ilmu agar akal mendapatkan resume yang benar dan akurat, dan terus menegakkan iman, agar hati semakin mentab dan mendasar dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ilmu, dan mengamalkannya dengan aktifitas nyata secara istiqomah agar menggapai sukses dunia dan akherat. Karena dengan tiga komposisi tersebut maka manusia secara lahir dan batin akan terasah, sehingga terampil dan mampu menjadi sosok yang bernilai dan bermartabat.
 
Kesimpulan :
Dengan terus berupaya menggali ilmu-ilmu dari buaian ibu hingga liang lahat, diharapkan dapat tertancap ”iman ” yang tegar dalam nurani, kemudian  dibuktikan kepahaman dan keyakinannya itu, dalam buah amal perilaku riil yang mencerminkan sebagai sosok muslim yang kaffah.
 
Lautan ilmu Alloh tidak akan pernah kering, iman manusia yang fluktuatif perlu dipertahankan agar tetap tegak, dan para peng-amal ilmu yang didasarkan pada keimanan, selalu menjadi dambaan setiap makhluk. Semoga kajian ini dapat membuka hidayah Alloh, agar kita menjadi hamba Alloh yang diridloi. Amin
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar