Terima Kasih telah berkunjung ke sini, semoga suguhan kami dapat memberi kemanfaatan, aamiin

Tentang MAHRAM



Banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita muslimah yang berkaitan erat dengan masalah mahrom, seperti hukum safar, kholwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain. Ironisnya, masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang tidak memahaminya, bahkan mengucapkan istilahnya saja masih salah, misalkan mereka menyebut dengan “Muhrim” padahal muhrim itu artinya adalah orang yang sedang berihrom untuk haji atau umroh. Dari sinilah, maka kami mengangkat masalah ini agar menjadi bashiroh (pelita) bagi umat. Wallahu Al Muwaffiq.

Definisi Mahram
Berkata Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, “Mahrom adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena seba nasab, persusuan dan pernikahan.” [Al-Mughni 6/555]
Berkata Imam Ibnu Atsir rahimahullah, ” Mahrom adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman, dan lain-lain”. [An- Nihayah 1/373]
Berkata Syaikh Sholeh Al-Fauzan, “Mahrom wanita adalah suaminya dan semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak, anak, dan saudaranya, atau dari sebab-sebab mubah yang lain seperti saudara sepersusuannya, ayah atau pun anak tirinya”. [Tanbihat 'ala Ahkam Takhtashu bil mu'minat hal ; 67]
Macam-Macam Mahram
Dari pengertian di atas, maka mahram itu terbagi menjadi tiga macam.
A. Mahrom Karena Nasab (Keluarga)
Mahrom dari nasab adalah yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam surat An-Nur 31:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka…”
Para ulama’ tafsir menjelaskan: Sesungguhnya lelaki yang merupakan mahrom bagi wanita adalah yang disebutkan dalam ayat ini, mereka adalah:
[1]. Ayah (Bapak-Bapak)
Termasuk dalam katagori ayah (bapak) adalah kakek, baik dari bapak maupun ibu. Juga bapak-bapak merke ke atas. Adapun bapak angkat, maka dia tidak termasuk mahrom berdasarkan firman Allah Ta’ala;
“Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu …” [Al-Ahzab: 4]
Dan berkata Imam Muhammad Amin Asy Syinqithi rahimahullah, Difahami dari firman Allah Ta’ala: “Dan istri anak kandungmu …” (QS. An Nisa: 23) bahwa istri anak angkat tidak termasuk diharamkan, dan hal ini ditegaskan oleh Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 4, 37, 40.” [Adlwaul Bayan 1/232]
[2]. Anak Laki-Laki
Termasuk dalam kategori anak laki-laki bagi wanita adalah: cucu, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan keturunan mereka. Adapun anak angkat, maka dia tidak termasuk mahrom berdasarkan keterangan di atas.
[3]. Saudara Laki-Laki, Baik Sekandung, Sebapak atau Seibu saja
[4]. Anak Laki-Laki Saudara (Keponakan)
Baik dari saudara laki-laki maupun perempuan dan anak keterunan mereka. [Lihat Tafsir Qurthubi 12/232-233]
[5]. Paman
Baik dari bapak atau pun dari ibu. Berkata Syaikh Abdul Kkarim Ziadan: “Tidak disebutkan paman termasuk mahrom dalam ayat ini (An-Nur 31) dikarenakan kedudukan paman sama seperti kedudukan orang tua, bahkan kadang-kadang paman juga disebut sebagai bapak”, Allah berfirman:
“Adakah kamu hadir ketika Ya’kub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku”. Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhan-mu dan Tuhan bapak-bapakmu, Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, …”. [Al-Baqarah :133]
Sedangkan Ismai’il adalah paman dari putra-putra Ya’qub. [Lihat Al-Mufashal Fi Ahkamil Mar;ah 3/159]
Bahwasannya paman termasuk mahrom adalah pendapat jumhur ulama’. Hanya saja imam Sya’bi dan Ikrimah, keduanya berpendapat bahwa paman bukan termasuk mahrom karena tidak disebutkan dalam ayat (An-Nur 31), juga dikarenakan hukum paman mengikuti hukum anaknya.” (Lihat afsir Ibnu Katsir 3/267, Tafsir Fathul Qodir 4/24, dan Tafsir Qurthubi 12/155)
B. Mahrom Karena Persusuan
Pembahasan ini dibagai menjadi beberapa bagian sebagai berikut:
[1]. Definisi Hubungan Persusuan
Persusuan adalah masuknya air susu seorang wanita kepada anak kecil dengan syarat-syarat tertentu. [Al Mufashol Fi Ahkamin Nisa' 6/235]
Sedangkan persusuan yang menjadikan seseorang menjadi mahrom adalah lima kali persusuan pada hadits dari Aisyah radhiallahu ‘anha:
“Termasuk yang di turunkan dalam Al-Qur’an bahwa sepuluh kali pesusuan dapat mengharamkan (pernikahan) kemudian dihapus dengan lima kali persusuan.” [HR Muslim 2/1075/1452, Abu Daud 2/551/2062, Turmudhi 3/456/1150 dan lainnya). Ini adalah pendapat yang rajih di antara seluruh pendapat para ulama'. (lihat Nailul Author 6/749, Raudloh Nadiyah 2/175]
[2]. Dalil Hubungan Mahrom Dari Hubungan Persusuan
Firman Allah :
” … Juga ibu-ibumu yang menyusui kamu serta saudara perempuan sepersusuan …” [An-Nisa' : 23]
Dari Abdullah Ibnu Abbas radliallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
“Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab.” [HR Bukhori 3/222/2645 dan lainnya]
[3]. Siapakah Mahrom Wanita Sebab Persusuan?
Mahrom dari sebab persusuan seperti mahrom dari nasab yaitu:
[1]. Bapak persusuan (Suami ibu susu)
Termasuk juga kakek persusuan yaitu bapak dari bapak atau ibu persusuan, juga bapak-bapak mereka di atas.
[2]. Anak laki-laki dari ibu susu
Termasuk di dalamnya adalah cucu dari anak susu baik laki-laki maupun perempuan. Juga anak keturunan mereka.
[3]. Saudara laki-laki sepersusuan, baik kandung maupun sebapak, atau seibu dulu.
[4]. Keponakan sepersusuan (anak saudara persusuan), bail persusuan laki-laki atau perempuan, juga keturuanan mereka.
[5]. Paman persusuan (Saudara laki-laki bapak atau ibu susu)
(Lihat Al Mufashol 3/160 dengan beberapa tambahan)
C. Mahrom Karena Mushoharoh
[1]. Definisi Mushoharoh
Berkata Imam Ibnu Atsir; ” Shihr adalah mahrom karena pernikahan.” [An Niyah 3/63]
Berkata Syaikh Abdul Karim Zaidan; “Mahrom wanita yang disebabkan mushoharoh adalah orang-orang yang haram menikah dengan wanita tersebut selam-lamanya seperti ibu tiri, menantu perempuan, mertua perempuan. [Lihat Syarah Muntahal Irodah 3/7]
[2]. Dalil Mahrom Sebab Mushaharoh
Firman Allah:
“Dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera- putera suami mereka….” [An-Nur 31]
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu…” [An-Nisa' : 22]
“Diharamkan atas kamu (mengawini) … ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu)…” [An-Nisa :23]
[3]. Siapakah Mahrom Wanita Dari Sebab Mushoharoh
Ada lima yakni :
[a] Suami
Berkata Imam Ibnu Katsir ketika manafsirkan firman Allah Ta’ala surat An Nur 31:
“Adapun suami, maka semua ini (bolehnya menampakkan perhiasan, perintah menundukkan pandangan dari orang lain-pent-) memang diperuntukkan baginya. Maka seorang istri berbuat sesuatu untuk suaminya yang tidak dilakukannya dihadapan orang lain.” [Tafsir Ibnu Katsir 3/267]
[b] Ayah Mertua (Ayah Suami)
Mencakup ayah suami datu bapak dari ayah dan ibu suami juga bapak-bapak mereka ke atas. [Lihat Tafsir sa'di hal 515, Tafsir Tahul Qodir 4/24 dan Al-Qurthubi 12/154]
[c] Anak Tiri (Anak Suami dari Istri Lain)
Termasuk anak tiri adalah cucu tiri baik cucu dari anak tiri laki-laki maupun perempuan, begitu juga keturunan mereka. [Lihat Tafsir Tahul Qodir 4/24 dan Al-Qurthubi 12/154]
[d] Ayah Tiri (Suami Ibu Tapi Bukan Bapak Kandungnya)
Maka haram bagi seorang wanita untuk dinikahi oleh ayah tirinya, kalau sudah berjima’ dengan ibunya. Adapun kalau belum maka hal itu dibolehkan. [Lihat Tafsir Qurthubi 5/74]
[e] Menantu Laki-Laki (Suami putri kandung) [Lihat Al Mufashol 3/162]
Dan kemahroman ini terjadi sekedar putrinya di akadkan kepada suaminya. [Lihat Tafisr Ibnu Katsir 1/417]
[Disalin dengan sedikit diringkas dari: Majalah "Al Furqon", Edisi 3 Th.II, Syawal 1423, hal 29-32, oleh Ahmad Sabiq bin Abdul Latif, Url Sumber: http://www.almanhaj.or.id/ content/83/slash/0, dengan sedikit perubahan]
Siapa Saja Mahram Kita?
Perlu diluruskan tentang istilah mahram, karena masih banyak orang yang menyebut dengan istilah muhrim, padahal yang dimaksud adalah mahram. Dalam bahasa arab, kata muhrim (muhrimun) artinya orang yang berihram dalam ibadah haji sebelum bertahallul. Sedangkan kata mahram (mahramun) artinya orang-orang yang merupakan lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh) kita nikahi selamanya. Namun kita boleh bepergian (safar) denganya, boleh berboncengan dengannya, boleh meliihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat tangan, dst. Berikut ini akan dijelaskan siapa saja mahram dari kalangan laki-laki, yakni siapa saja wanita yang haram dinikahi. Adapun mahram dari kalangan perempuan adalah kebalikannya, yakni laki-laki yang haram dinikahi.
Mahram bisa dibagi menjadi tiga kelompok. Yang pertama, mahram karena nasab (keturunan). Kedua, mahram karena penyusuan. Ketiga, mahram karena pernikahan.
Kelompok yang pertama (mahram karena keturunan) ada tujuh golongan, yakni :
·         Ibu, nenek dan seterusnya ke atas, baik jalur laki-laki maupun wanita.
·         Anak perempuan (putri), cucu perempuan, dan seterusnya, ke bawah baik dari jalur laki-laki-laki maupun perempuan.
·         Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu.
·         Saudara perempuan bapak (bibi), saudara perempuan kakek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
·         Saudara perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
·         Putri saudara perempuan (keponakan) sekandung, seayah ataui seibu, cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah, baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
·         Putri saudara laki-laki (keponakan) sekandung, seayah atau seibu, cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
Mereka inilah yang dimaksudkan Alloh Tabaaraka Wa Ta’ala dalam surat An Nisa: 23.
Kelompok yang kedua ada tujuh golongan juga, sama persis seperti di atas, namun hubungannya karena sepersusuan (yakni satu ibu susuan, dengan minimal disusui 5x sampai kenyang).
Adapun kelompok yang ketiga, maka jumlahnya 4 golongan, sebagai berikut :
·         Istri bapak (ibu tiri), istri kakek dan seterusnya ke atas, berdasarkan QS An Nisa:22.
·         Istri anak, istri cucu dan seterusnya ke bawah berdasarkan QS. An Nisa:23.
·         Ibu mertua, ibunya dan seterusnya ke atas, berdasarkan QS An Nisa:23.
·         Anak perempuan istri dari suami lain (rabibah), cucu perempuan istri baik dari keturunan rabibah maupun dari keturunan rabib (anak lelaki istri dari suami lain), berdasarkan QS An Nisa:23.
Semoga apa yang dijelaskan secara ringkas diatas tersebut memberikan landasan bagi kita untuk mengamalkan dan menyelesaikan masalah-masalah yang akan berkaitan dengan Mahram ini, seperti masalah pernikahan dan sebagainya. (Sumber Rujukan: Tafsir Ibnu Katsir surat An Nisa: 22-23, Tafsir As Sa’di surat An Nisa 22-23, Asy Syarhul Mumti’,5/168-210, taken from mediamuslim.info)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar